Pagi ini seseorang bertanya, apa yaa judul yang bagus buat sepenggal cerita pagi ini....
Hmmm.. Apa yaa?
Kalo semesta pagi ini dari tepian ubud yg hujan gimana?
Ya ya... Sepertinya menarik.. Jawab seseorang itu.
Apa dilakukan semesta di pagi yang hujan ini? Entah dia sedang bernyanyi, atau sekedar menyapa hujan yang turun.
Sunday, June 19, 2016
Sebuah monolog absurb di pagi hari
Wednesday, June 15, 2016
Sepenggal cerita dariku padamu pemilik hati ~ Part I
Thursday, February 11, 2016
Doa Tanpa Judul Part II
Dear My Future Man,
Dalam kisah yang tidak terduga, tiba-tiba semua terasa nyata saat kau menyebut kata "KITA". kata itu seolah menyihir semua imajinasiku. Mendadak sangat liar dan tidak bisa ku kontrol. Sedikit berlebihan, memang. Bagaimana tidak. Kehadiranmu seolah menjadi hujan yang tidak pernah turun ribuan masa. Tandus dan kering berubah menjadi sejuk.
Imajinasiku membawa ku terbang. Seolah kata-kata lebay nan alay pun tidak bisa mengungkapkan kegirangan yang ada. batas antara realita dan imajinasi mimpi seolah kabur. Andaikan ada cara dimana aku tidak lagi hidup dalam realita, akan aku minta pada dunia agar aku bisa hidup dalam imajinasi saja.
Namun, namanya saja sebuah doa tanpa judul. Doa atas rasa Terima kasihku pada Nya yang mempertemukan kita dalam cerita ajaib nan tidak terduga. Semoga Kamu, Aku dan Kita selalu bisa tertawa, tersenyum dan mencintai seperti Imajinasi yang tetap hidup dalam realita.
~ S.H.M.I.L.Y~
Thursday, January 28, 2016
Do'a Hati Tanpa Judul part I
Friday, June 15, 2012
Antara Kue Bagiak dan Tape Bondowoso-Final
Tuesday, January 31, 2012
Antara Kue Bagiak dan Tape Bondowoso Part II
Thursday, January 12, 2012
Antara Kue Bagiak dan Tape Bondowoso Part I
Tuesday, January 10, 2012
Kenyataan Perasaan
Tuesday, October 11, 2011
Ryōme (Sepasang bola mata)
Monday, October 10, 2011
SECRET AMOURE D’ABRE MAISON (RAHASIA CINTA DI RUMAH POHON)
Siang ini cuaca nampak mendung, seolah-olah memberitahukan akan turun hujan. Aku bahkan nggak memperdulikan jika hujan, langit mendung ataupun cuaca yang berubah seperti apapun. Aku hanya melangkahkan kaki kemana ia akan melangkah pergi. Siang ini aku hanya menunjukkan sebuah kepasrahan atas kelemahan yang aku miliki. Dibenakku hanya ada keinginan untuk lari dan lari.
Dalam larutnya pikiran, aku baru menyadari kemana tujuanku. Betapa bodohnya aku, masih juga tidak menyadari kemana aku akan pergi dalam keadaan yang aku alami saat ini. Hanya sebuah tempat yang menjadi kenangan bagi aku dan seseorang yang hanya akan menjadi sahabat untukku dan tempat itu pula yang selama ini menjadi perlarianku.
Sebuah taman yang tak terurus di seberang sungai, ada sebuah rumah pohon yang aku dan Taka bangun saat kami masih kecil. Rumah pohon yang menjadi tempat persembunyian kami, saat salah satu dari kami merasa ingin lari dari masalah atau merenung, maka aku atau Taka akan pergi ke rumah pohon ini.
“rasanya baru kemarin aku membangun rumah pohon ini, tak terasa sudah 7 tahun rumah ini dengan segala kenangannya.” aku langsung menaiki tangga dari kayu yang tertancap pada kayu pohon. Rasa sedih yang aku bawa semakin tak tertahan. Setelah aku menyadari aku akan meninggalkan rumah pohon ini. “mulai besok kamu akan sering di kunjungi oleh Taka, itu pun kalau Taka sempat.” Kataku pada rumah ini. Aku menangis di sudut rumah seraya tertawa ketika kenangan–kenangan bermunculan satu demi satu.
Aku mendengar rintik-rintik hujan, kemudian dengan hitungan detik berubah menjadi hujan yang deras. Hujan dan air mata seolah-olah mendramatisir keadaan yang aku alami. Menambah kepedihan semakin dalam. Aku tak ingin pikirkan itu, namun semua terjadi dengan sendirinya dan aku hanya ingin menikmati saat terakhir di rumah ini sebelum aku pergi meninggalkan rumah pohon ini, kota ini, dan semuanya. Aku hanya akan membawa kenangan-kenangan yang masih tersisa.
Rabu sebulan yang lalu sekitar pukul 3 sore, selesai kuliah dengan segala kelelahan yang menggelayut ditubuhku, aku pulang ke rumah dengan tenaga yang masih tersisa. Aku menggunakan roller skeat-ku menuju rumah. Rumah dan kampusku juga tak terlalu jauh kira-kira hanya 1,5 km.
Saat aku asyik meluncurkan roda Roller skeat-ku dengan tenaga yang mulai menurun, bunyi klakson sebuah mobil mengagetkan aku, hingga roda Roller skeat-ku tak bisa ku kendalikan dan membuatku terjatuh.
“Sialan..!!” umpatku sambil berusaha berdiri dan menggosok-gosok pantatku yang sakit. Seseorang segera turun dari mobil dan ia bukannya menolong malah menertawaiku. Aku sudah bisa tahu siapa orang yang mempunyai kebisaan seperti itu.
“katanya Roller skeater profesional.” goda Taka sambil melihat keadaanku. “Gila kau.. dimana-mana juga kalo orang dikagetin ama suara klaksonmu juga bakal kaya’ aku. Seprofesional siapa pun itu.” Kataku kesal bercampur dengan kelelahan yang ada di tubuhku. “untung aku nggak kenapa-napa, nah..kalo ampe kenapa-napa atau aku mati kamu mau aku gentayangin ?!” tanyaku iseng dengan nada yang kesal.
Taka dan aku duduk di gazebo di depan fakultasku. “ya.. kalo kamu gentayangin aku nggak apa-apa kok, ntar aku jadiin penjaga rumah biar nggak ada maling. Hahaha…” jawab Taka gokil. “Huuu… enak aja kalo ngomong” kataku nggak bisa menahan tawa untuk jawaban-jawaban Taka yang gokil.
Saat asyik dengan obrolan iseng itu, tiba-tiba dari arah yang berlawanan seorang cewek menyapaku dan seketika pembicaan kami pun berhenti. “eh. kamu ‘Ra.. ya, aku baru aja kelar kuliah. Tapi, sekarang malah nyangkut disini gara-gara orang ini.” Sambil menyikut lengan Taka. Taka yang dari tadi mulai curi-curi mata ke arah Laira.
Laira sahabatku juga. satu ujurusan denganku, tapi kadang-kadang kuliah kami berbeda kelas. Rambut panjang, dan mata yang indah memang dimiliki Laira, dan itu salah satu alasan banyak orang yang jatuh cinta pada Laira. Mungkin termasuk Taka. “Eh.. iya, kenalin ini sahabatku, Taka.” Kataku memperkenalkan Taka. Taka menyambut uluran tangan Laira dengan penuh senyum yang berarti. “Laira..” Laira memperkenalkan diri. “kuliah di fakultas sini juga ?” tanya Laira.
“nggak.. aku kuliah di fakultas hukum. Ternyata kamu satu jurusan ama marmut.” Kata Taka sambil melihat ke arahku. “marmut ?” tanya Laira nggak ngerti. “maksudnya si Cerry.” Lanjut Taka menangkap kebingungan Laira. “oh.. iya, kita satu jurusan, tapi kadang-kadang juga beda kelas.” Jawab Laira. “kamu masih ada kuliah ‘Ra ?” tanyaku.
“iya.. ada kuliah pengantar Sastra ampe jam 5.” Jawab Laira sambil tersenyum dan kadang aku menangkap mata Laira melihat ke arah Taka. “oh,ya.. aku dari tadi nyari kamu, aku pikir udah pulang. Eh.. malah ada disini.” Kata Laira sambil duduk disampingku. “mang ada apa ? kaya’ artis aja dicariin. Hehehe..” kataku cengr-cengir. “Uh.. bisa-bisa acaranya kaga’ ada yang nonton.” Celetuk Taka sambil tertawa.
Laira merogoh tasnya dan mengambil buku. “aku mau ngembaliin buku ini.”seraya memberikannya padaku. “oh, iya aku lupa.. Makasih ya.” Kataku sambil tersenyum. “Btw, balik duluan ya bentar lagi masuk.” Pamit Laira, dan setelah itu dia berjalan menjauhi kami yang masih ada di Gazebo itu.
“buku apaan nich ?” tanya Taka sambil merebut buku yang aku pegang. Ia melihat sampulnya dan langsung mengembalikannya padaku karena aku tahu buku itu tidak akan menarik perhatiannya sama sekali. “temen kamu cantik juga.” Kata Taka tiba-tiba. “ah, dasar kamu. Kalo ada cewek cantik aja langsung pasang radar.” Kataku sambil memasukkan buku.
“udah punya gebetan belum ?” tanyanya. “belum.. mang napa?” tanyaku ragu-ragu. “nggak ada, pengen tau aja. Siapa tahu dia cewek yang aku cari.” Taka cengar-cengir. “udah ah, aku mau balik. Cape’..” kataku sambil dibantu Taka berdiri karena dia tahu aku masih menggunakan roller skeat-ku. “bareng ma aku aja yuk..” ajak Taka. Tanpa pikir dua kali aku tentu terima tawarannya, apalagi dalam keadaan lelah seperti itu
Sejak pertemuan itu, Taka mulai dekat dengan Laira. Awalnya kenalan, minta nomor HP-nya, tanya-tanya rumahnyajalan bareng ama Laira, dan kadang-kadang main ke rumah Laira.